Saat
ini sedang Viral video pendek berisi seorang wanita yang marah - marah
didalam Masjid mencari suaminya dengan membawa Anjing.
Lalu Bagaimana Hukum Kenajisan Anjing.
Pendapat Pertama
Secara
garis besar, ada dua mazhab mengenai status anjing: apakah
kotor/najis atau tidak. Mazhab pertama adalah mazhab-anjing-najis.
Inilah pandangan yang diikuti oleh mazhab Syafii dan Hanbali. Mazhab
Syafii, kita tahu, banyak dianut di kawasan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Inilah yang antara lain, menjelaskan kenapa ada semacam
fobia anjing (canine phobia) di masyarakat Muslim Indonesia. Madzhab
Syafi’i dan Hanbali berpendapat seluruh tubuh
anjing adalah najis, baik bulu, keringat, ataupun air liurnya. Sehingga
kalau
ada anjing menjilat sebuah benda atau kulit kita, maka wajib dibasuh
sebanyak
tujuh kali dan salah satu basuhan wajib pakai tanah. ini sesuai dalil
hadis nabi yang diriwayatkan imam muslim dalam sahih muslim yang
berbunyi.
"Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi
wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila
anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama
kalinya dengan debu" [Shahih riwayat Muslim]
Dalam riwayat lain, “maka hendaknya ia menumpahkannya (terlebih dahulu)”, oleh At Tirmidzi "terakhirnya, atau yang pertamanya dengan debu”
Dalam riwayat lain, “maka hendaknya ia menumpahkannya (terlebih dahulu)”, oleh At Tirmidzi "terakhirnya, atau yang pertamanya dengan debu”
Dalam kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh
Abdullah Al Bassam hafizhohullah dijelaskan Faedah
Hadits diatas adalah :
- Anjing itu najis, demikian juga anggota tubuh dan kotorannya, seluruhnya najis.
- Najisnya adalah najis yang paling berat.
- Tidak cukup untuk menghilangkan najisnya dan bersuci darinya kecuali dengan tujuh kali cucian.
- Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan dibersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi di dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.
- Wajibnya menggunakan debu sekali dari tujuh kali cucian, dan yang lebih utama pada cucian pertama sehingga air digunakan untuk cucian selanjutnya.
- Penggunaan debu tidak boleh digantikan dengan pembersih lainnya karena:
- Dengan debu dihasilkan kebersihan yang tidak diperoleh jika menggunakan bahan pembersih lain.
- Tampak dari kajian ilmiah bahwa debu memiliki kekhususan dalam membersihkan najis ini, tidak seperti pada bahan pembersih lainnya. Ini merupakan salah satu mukjizat ilmiah pada syariat Muhammad ini yang beliau tidak berbicara dari hawa nafsunya, melainkan berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya.
- Sesungguhnya debu adalah kata yang tercantum di dalam hadits, wajib kita mengikuti nash. Seandainya ada benda lain yang boleh menggantikannya maka tentu telah datang nash yang menjelaskannya. “Dan tidaklah Rabb-mu lupa” (al ayah).
- Menggunakan debu boleh dengan mencampurkan air dengan debu atau mencampurkan debu dengan air atau dengan mengambil debu yang telah bercampur dengan air, lalu tempat yang terkena najis dicuci dengannya. Adapun dengan mengusap tempat najis dengan debu saja, maka tidak sah.
- Telah tetap secara medis dan terungkap melalu alat mikroskop dan alat modern lainnya bahwa di dalam air liur anjing terdapat mikroba dan penyakit yang mematikan dan air saja tak dapat menghilangkannya kecuali disertai dengan debu. Tidak ada cara lain. Maha suci Allah Yang Maha Mengetahui lagi Memberi tahu.
- Makna lahiriyah hadits ini adalah umum untuk seluruh jenis anjing, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan, “anjing untuk berburu, menjaga kebun, anjing peliharaan adalah anjing-anjing yang dikecualikan dari keumuman ini. Hal ini berdasarkan pada kaidah toleransinya syariat dan kemudahannya. “Kesulitan dapat menarik kemudahan”.
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa najisnya adalah umum untuk seluruh badannya, dan mencuci dengan cara seperti ini juga berlaku secara umum. Mereka menyamakan badan anjing dengan mulutnya. Imam Asy Syafi’i berkata, “seluruh anggota badan anjing berupa tangannya, telinganya, kakinya, atau anggota badan apapun jika masuk ke dalam wadah, maka wadah tersebut dicuci tujuh kali setelah menumpahkan isi (air) di dalam wadah.
Pendapat kedua
Sebagian ulama menganggap anjing tidaklah najis. Dalam Madzhab Maliki
misalnya, anjing tidaklah najis. Karena menurut mereka, setiap makhluk
hidup adalah suci, sekalipun anjing dan babi. Binatang dikatakan najis bila mati atau tidak disembelih dengan cara
syar’i. Sebab itu, dalam pandangan madzhab ini, kalau tubuh atau ada
benda yang dijilati anjing, maka membasuhnya hanyalah bagian dari
kesunnahan. Meskipun sunnah tetap harus dibasuh karena bersifat
ta’abbudi.
Imam Malik dan Dawud berpendapat bahwa hukum tersebut
hanya sebatas untuk lidah dan mulut anjing, mereka memandang bahwa perkara
mencuci ini adalah dalam rangka ta’abbudi (ibadah) bukan semata-mata
karena najis. Perkara ibadah hanya dibatasi pada nash dan tidak
melebihinya karena tidak adanya illah (alasan hukum).
Sementara dalam pandangan Madzhab Hanafi, tidak seluruh bagian tubuh
anjing najis, yang najis hanyalah keringat dan air liurnya. Karenanya,
dalam madzhab ini, tetap wajib membasuh tubuh atau benda yang kena air
liur anjing. Ulama yang ada dalam madzhab ini pun berbeda pendapat soal
berapa banyak jumlah basuhannya, ada yang mengatakan tiga, lima, dan
tujuh.
Oleh karena idhtirob ini maka gugurlah hukum wajib penggunaan debu, karena “asal”nya adalah tidak adanya hukum wajib.
Demikian hukum anjing, semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment